Djamin Ceha = Tjoe Tek Hoei
Bekas kernet menjajah Amerika
Kompas 11 Oktober 1991-oleh JA Noertjahyo
LEMBARAN hidupnya di,ulai dengan predikat anak yatim.Pada usia sekitar 15 tahun sudah harus menjadi kernet,kemudian “naik pangkat” menjadi sopir opelet.Lalu bekerja di sebuah perusahaan swasta,sambil mengikuti kursus bahasa dan tata buku.Meski gaji dan masa depannya di perusahaan itu cukup baik,ternyata ia tak kerasan.Gejolak jiwanya untuk mandiri-berwiraswasta-tak tertahankan .Bertahun-tahun ia menjadi bos usaha angkutan,lalu bergerak di bidang real estate di Semarang.Sementara pihak menjuluki sebagai “raja”
real estate Jawa Tengah,yang kemudian tangan usahanya mampu menjamah 140 hektar tanah di Los Angeles,Amerika Serikat.Dan tanah di USA yang menjadi “jajahan” bekas kernet dari Semarang itu bernama Asco Golden Land Inc.
Kernet yang kini menjadi pengusaha besar itu adalah Djamin Ceha(68 tahun)alias Tjoe Tek Hoei.
Dia sering disebut sebagai perintis KPR(kredit perumahan rakyat)dan pengusaha swasta pertama yang beranio membuka usaha di bidang LIK(lingkungan industri kecil).Dan saat ini dia sedang getol mewujudkan gagasan “gila”nya ,program TSI(transmigrasi swakarsa industri).Ia mengaku sudah mendapat izin untuk mendirikan TSI di 7 propinsi.Yaitu di Palembang,Kalsel,Kalteng, Kalbar,Kaltim,Sulteng,dan Irian Jaya.
“Untuk maju harus dicari terobosan-terobosan,”kata Djamin Ceha mengomentari berbagai pendapat yang menuduh bentuk usaha bisnisnya sebagai tindakan
gambling,tak masuk akal,ataupun “bisnis gila” .Tuduhan semacam itu muncul terutama dari kelompok yang berpola usaha konvensional.”Sedangkan bisnis saya termasuk inkonvensional,”tambahnya.
Lelaki jangkung yang semua rambutnya telah memutih itu mengakui ,ada landasan idealisme dalam berbisnis.Ini masih diacu dengan penglihatan bisnis jauh ke depan,yang tak bisa dilihat semua orang.”Sebab terlalu pagi untuk zamannya,di samping perlu naluri bisnis untuk bisa melihatnya,’ ujar Djamin.
* * *
Naluri bisnis dan pandangan jauh ke depan itu setidaknya memang dilihat dari pelaksanaan KPR dan LIK swasta yang dirintis Djamin Ceha.Namun penglihatan kita baru gamblang dua-tiga tahun kemudian,atau lebih lama lagi.Di titik awalnya hampir semua kita sulit bisa mengerti ,bahkan bayangan samar-samar pun sulit muncul.
Di tahun 1975 Djamin membangun 200 rumah di Semarang.Perusahaannya ,PT Tanah Mas ,saat itu sulit menjual secara kontan semua rumah yang dibangunnya itu.Lalu diambil langkah baru,menjual rumah secara kredit dengan waktu angsuran 5-20 tahun.Pengusaha
real estate lain kaget,sebagian mencemooh,mencaci atau menuduh Djamin Ceha menjalankan “bisnis gila” .
Tapi setahun kemudian idenya tentang KPR itu bisa diterima BTN(Bank Tabungan Negara),sehingga akhirnya popular istilah KPR-BTN.
Berhasilnya langkah awal tersebut mendorong Djamin Ceha untuk terus berkreasi dan bekerja keras.Dan hasilnya,di Semarang saja selain
real estate di atas,ia mempunya LIK(lingkungan industri kecil) PT Tanah Makmur seluas 100 hektar,PT Tanah Mas Duaja untuk kota satelit Semarang seluas 300 hektar,serta PT Tanah Mas Baruna yang membangun tempat rekreasi pantai seluas 60 hektar.
Di Cilacap,Djamin Ceha mempunyai PT Kali Donan yang membangun 250 rumah dan 250 ruko,dan satu
real estate lagi di USA seperti tersebut diatas.
“Untuk kredibilitas usaha,sekaligus menghimpun dana di luar negeri,”ujar Tony Djamin,putra ketujuh Djamin Ceha,mengomentari tujuan usaha ayahnya di Amerika Serikat itu.
Tentang berbagai ide baru yang dimunculkannya,menurut pengakuan Djamin,timbul akibat tekanan situasi dengan latar belakang berbagai pengalaman yang diterimanya.Misalnya,tentang KPR.Saat itu bank menentukan angsuran kredit paling tinggi 25 persen dari gaji,sehingga hanya pegawai negeri bergaji di atas Rp. 115.000/bulan yang mampu.Padahal betapa banyak pegawai negeri yang gajinya dibawah itu,dan justru sangat membutuhkan rumah.Setelah menghitung-hitung,Djamin yakin angsuran bisa dilakukan sampai 45-55 persen dari gaji si peminat.Konsep ini ia ajukan kemudian ke BTN,dan akhirnya diterima.Maka pegawai yang bergaji Rp. 60.000 pun dapat mengambil KPR-BTN.
“Keuntungannya,calon peminat KPR-BTN tambah banyak,sekaligus memberi kesempatan mereka yang gajinya kecil,”tuturnya.
Kerangka piker serupa juga melandasi usahanya di LIK Bugangan Baru yang dikelola PT Tanah Makmur.Saat dimulainya pembangunan LIK ini,tahun 1979/1980,tak ada pengusaha lain yang berminat menanganinya.Kebanyakan pengusaha menilai,usaha itu belum menjanjikan keuntungan.”tapi saya melihat jauh ,ini bisnis jangka panjang,”tutur Djamin Ceha yakin.Dan ternyata ,LIK ini bisa mencapai BEP setelah berjalan enam tahun lebih.
Ada kebanggaan tersendiri bagi Djamin .LIK itu merupakan LIK swasta yang pertama,dan sebagai pengusaha ia turut memberi kesempatan kepada pengusa kecil untuk “diangkat”.Dan tak aneh jika LIK ini mendapat “Penghargaan Upakarti” dari Presiden tahun 1988.
* * *
Terobosan yang dilakukan Djamin Ceha rupanya tak berhenti pada KPR dan LIK swasta saja.Ia kini sedang getol menangani program TSI di 7 propinsi ,dengan proyek percontohannya LIK Lembah Palu Nagaya di Sulawesi Tengah.
Diakui oleh Djamin,kegiatan transmigrasi industri ini memang tak gampang .”Tujuh puluh lima persen memang idealisme,dan hanya 25 persen perhitungan bisnisnya,”tutur lelaki yang kini lebih banyak tampil dengan hem batik lengan panjang itu.Tapi ia yakin,jika dikelola secara profesional maka untuk jangka lima tahun pertama sudah bisa
turn over.”Setelah lima tahun kedua terlampaui,sudah bisa mulai untung,”tambahnya
Besarnya tumpuan idealisme itu menuntut pelaksana yang punya idealisme pula.Karena itulah TSI banyak menampung sarjana yang baru lulus.
Fresh from the university,menurut istilah Tony Djamin .Tercatat 16 sarjana yang baru lulus langsung bekerja di situ.Terdiri delapan sarjana hukum,empat insinyur,dan empat sarjana ekonomi.
TSI yang intinya berupa “transmigrasi industri” itu bertujuan memindahkan pengusaha yang memiliki modal,dengan tenaga terampilnya.Ide pokoknya berangkat dari anggapan ,bahwa di Jawa banyak tenaga terampil tapi kurang lahan dan bahan baku.Ini kebalikan dengan sikon di luar Jawa.Pengiriman bahan baku ke Jawa untuk diolah---kemudian dikirim kembali ke luar jawa atau diekspor---mengakibatkan terjadi ekonomi biaya tinggi.Untuk mengatasi masalah itu,sebaiknya memang didirikan banyak industri hilir di luar jawa.Bagi pengusa,program itu masih menguntungkan.dan secara nasional akan memberi sumbangan yang sangat besar dalam pembangunan kita.Sebab secara otomatis sekaligus terjadi tranformasi penduduk,ilmu dan teknologi,investasi,memacu pertumbuhan ekonomi dan pusat-pusat industri di luar jawa,dan membuka lapangan kerja.
Pola TSI yang merupakan kerjasama antar swasta dengan instansi pemerintah(Departemen Transmigrasi dan Industri,serta Pemda setempat )itu sangat membantu pengusaha yang ingin meluaskan usahanya di Luar Jawa.Terutama dalam hal perijinan penyediaan tempat tinggal dan tempat usaha,yang semuanya sudah diurus developer TSI.
Untuk TSI di Palu misalnya,pengusaha akan mendapatkan paket terdiri dari tempat kerja 70 meter persegi,rumah tinggal (30 m2),biaya transport dari tempat asal ke lokasi LIK Palu,perizinan(usaha,industri,IMB,HO,sertipikat tanah,listrik dan air bersih),jaminan untuk lauk pauk selama 6 bulan ,dan dukungan usaha dari Pemda setempat.Tenaga kerja terampil yang dibawanya pun akan diberi tempat tinggal seluas 30 m2 diatas tanah 300m2.
Untuk itu semua,pengusaha bersangkutan hanya membayar Rp.1,5 juta untuk uang muka bangunan usahanya.Malahan mungkin sekali uang muka itu bisa mendapat bantuan dari instansi terkait sehingga lebih ringan beban yang harus dipikul pengusaha.
Program TSI memang sedang dirintis,dan hasilnya baru akan terlihat berapa tahun lagi .Yang jelas program ini merupakan upaya terobosan baru dalam pembangunan ,khususnya di bidang transmigrasi dan industri .Dan di balik program itu bergelimang manusia yang bernama Djamin Ceha.